Pesugihan di atas Lehermu
Juli 21, 2013
Semua
manusia mirip pejalan yang suka bermain-main ke dalam hujan. Kalian sepakat
membenci gigil, sepakat meluputkan payung dari sela pikir. Ya, katamu sebab kalian
lelaki. Pantang menenteng payung diantara telunjuk dan ibu jari.
Akulah
kepala. Dialamatkan makam pada dirimu yang mengutuk kewarasan. Bukan salah kau,
nasibku saja tak mujur. Di dirimu tiap hari kutasbihkan segala kosakata yang
kucuri telan dari buku-buku di depan matamu. Tak penting betul mau kau tahu mau
kau peduli sebab kata-kata itu urusanku, bukan urusanmu. sama persis dengan tak
pentingnya genangan air yang tak kau acuh di pori-pori lembab kekasihku;
rambutmu. Sebab itu hakmu, tak penting mauku. Meski sebab terancu inilah
barangkali kau tak kunjung genius.
Ialah
rambut, perempuan-perempuan paling setia yang mengekori diriku sampai tanggal
satu-satu. Sebab aku, sepertimu juga, suka bermain-main hujan. Kau mengutuk
Tuhan dengan seluruh angkuh di tubuh jagad semesta, aku mengutukmu dengan
segalah kisruh di badan kemanusiaan. Rambut-rambut itu saja yang tak suka
mengutuk. Merelalah diri mereka menampung kita berdua, menampung puluhan
musim hujan, hingga segala hitam dari dirinya habis untuk sekadar menyuguhi
kita bercangkir-cangkir kopi. Agar kau hangat, agar aku waras!
Ah, kita ini
sama saja. Kau lelaki keras kepala, aku kepala pengaku-aku lelaki yang selalu bersikeras. Kau
memilikiku sebagai kepala, aku memiliki rambut yang penyayang. Bedanya, aku
peduli kau, peduli pada rambutmu yang telah hilang sebagian. Kau tak peduli
aku. Yang kau peduli hanya cara menghilangkan rusuh di keseluruhan badanku! Kelak,
harusnya kau tahu, tak ada satupun cara melawan kepala. Setiap ingatan ditakdirkan
membuahi kepikunan.
Kita semakin
menua, dan waktu tak pernah menemukan cara untuk cara-cara kita saling
menerangkan. Maka biarkan saja kita terus diguyur hujan, terus menyesap kopi
hingga rambut memutih, hingga aku licin, hingga kau mati!
0 komentar
Say something!